APAKAH FAST FASHION BERBAHAYA?

 Apakah Fast Fashion Berbahaya?



Fast fashion telah menjadi bagian tak terpisahkan dari industri mode global dalam beberapa dekade terakhir. Istilah ini merujuk pada proses produksi pakaian yang cepat, murah, dan massal, untuk memenuhi tren mode yang terus berubah dalam waktu singkat. Dengan hadirnya berbagai merek besar seperti Zara, H&M, dan Forever 21, fast fashion memungkinkan konsumen untuk membeli pakaian bergaya dengan harga yang terjangkau. Namun, di balik kemudahan dan aksesibilitas itu, fast fashion membawa sejumlah dampak negatif yang signifikan, baik terhadap lingkungan, kondisi sosial, maupun kesehatan manusia. Pertanyaannya: apakah fast fashion benar-benar berbahaya?


1. Dampak Lingkungan yang Serius

Salah satu aspek paling mencolok dari bahaya fast fashion adalah dampaknya terhadap lingkungan. Industri tekstil merupakan salah satu penyumbang terbesar polusi di dunia. Menurut laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), industri fashion bertanggung jawab atas sekitar 10% emisi karbon global dan menjadi industri kedua terbesar yang mengonsumsi air terbanyak setelah pertanian.


Proses pembuatan pakaian fast fashion seringkali melibatkan penggunaan bahan kimia beracun seperti pewarna sintetis, pelarut, dan pemutih. Limbah dari proses produksi ini seringkali dibuang ke sungai dan danau tanpa pengolahan yang memadai, menyebabkan kerusakan ekosistem air dan mengancam kesehatan masyarakat sekitar.


Selain itu, bahan baku yang digunakan dalam fast fashion, seperti poliester, merupakan serat sintetis berbasis minyak bumi yang sulit terurai. Saat pakaian ini dibuang, mereka tidak terurai dalam waktu singkat dan berpotensi mencemari tanah serta melepaskan mikroplastik ke lingkungan.


2. Overproduksi dan Limbah Tekstil

Fast fashion mendorong konsumen untuk terus membeli pakaian baru dalam waktu singkat karena tren yang cepat berubah. Hal ini menyebabkan overproduksi yang luar biasa besar. Menurut data dari Ellen MacArthur Foundation, lebih dari 100 miliar pakaian diproduksi setiap tahun secara global, namun 85% dari pakaian tersebut akhirnya berakhir di tempat pembuangan akhir.


Ironisnya, sebagian besar pakaian yang dibuang masih dalam kondisi layak pakai. Budaya konsumsi berlebihan yang didorong oleh fast fashion menyebabkan banyak orang membeli pakaian yang hanya digunakan beberapa kali sebelum dibuang. Bahkan program donasi pakaian pun tidak selalu menyelesaikan masalah, karena sebagian besar donasi pakaian bekas tidak dapat diserap oleh pasar lokal dan akhirnya tetap menjadi limbah.


3. Eksploitasi Tenaga Kerja

Fast fashion juga memiliki dampak sosial yang signifikan, terutama dalam hal kondisi kerja para buruh. Untuk menekan biaya produksi, banyak perusahaan fast fashion memindahkan proses produksi mereka ke negara-negara berkembang, di mana regulasi buruh seringkali longgar dan upah minimum sangat rendah.


Banyak laporan yang mengungkapkan bahwa pekerja pabrik tekstil di negara-negara seperti Bangladesh, India, dan Vietnam bekerja dalam kondisi yang sangat buruk — upah rendah, jam kerja panjang, minimnya keselamatan kerja, hingga pelanggaran hak asasi manusia. Tragedi Rana Plaza di Bangladesh tahun 2013, yang menewaskan lebih dari 1.100 pekerja akibat runtuhnya gedung pabrik tekstil, menjadi titik balik bagi kesadaran global mengenai sisi gelap industri fashion cepat.


4. Kesehatan Konsumen

Pakaian fast fashion tidak hanya berdampak pada lingkungan dan buruh, tetapi juga pada kesehatan konsumen. Dalam upaya memproduksi pakaian murah dalam jumlah besar, sering kali digunakan bahan kimia berbahaya yang dapat menimbulkan reaksi alergi, iritasi kulit, hingga gangguan hormonal. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa residu zat kimia tertentu yang tertinggal di pakaian baru dapat terserap oleh kulit saat digunakan, apalagi jika pakaian tersebut tidak dicuci terlebih dahulu.


Selain itu, penggunaan bahan sintetis seperti poliester dapat mengganggu kenyamanan tubuh karena tidak memiliki kemampuan menyerap keringat sebaik bahan alami seperti katun. Hal ini bisa menyebabkan infeksi kulit atau gangguan kesehatan lainnya dalam penggunaan jangka panjang.


5. Dampak Psikologis dan Budaya Konsumtif

Fast fashion juga mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap nilai suatu barang. Dengan harga yang murah dan tren yang terus berubah, banyak konsumen terjebak dalam siklus beli-buang-beli. Budaya konsumtif ini tidak hanya membebani lingkungan, tetapi juga dapat berdampak pada kesehatan mental, seperti kecemasan karena “tidak up-to-date”, tekanan sosial, serta hilangnya apresiasi terhadap nilai dari sebuah produk.


Dalam jangka panjang, budaya ini dapat mengikis kesadaran konsumen terhadap pentingnya kualitas, keawetan, dan nilai etika dalam memilih produk. Banyak orang lebih memprioritaskan kuantitas dan tampilan sesaat, daripada keberlanjutan dan tanggung jawab sosial.


6. Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Meskipun fast fashion memiliki banyak dampak negatif, bukan berarti kita tidak bisa melakukan perubahan. Ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh konsumen untuk mengurangi ketergantungan terhadap fast fashion:

Berbelanja secara sadar: Pilih merek yang menerapkan prinsip ethical fashion dan sustainability.

Mendukung slow fashion: Beli pakaian berkualitas yang tahan lama, walaupun harganya lebih mahal.

Mendaur ulang atau menyumbangkan pakaian bekas: Pastikan pakaian lama tidak langsung dibuang ke tempat sampah.

Belajar memperbaiki pakaian: Mengganti kancing, menjahit sobekan kecil, atau mengecilkan pakaian bisa memperpanjang masa pakainya.

Mengurangi frekuensi belanja: Sadari bahwa kita tidak perlu terus mengikuti tren untuk terlihat menarik.


Kesimpulan

Fast fashion memang memberikan keuntungan berupa akses cepat dan murah terhadap tren terbaru. Namun, harga yang murah tersebut sering kali dibayar dengan mahal oleh lingkungan, para buruh, dan bahkan kesehatan kita sendiri. Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk lebih sadar dan bijak dalam memilih produk fashion. Dengan beralih pada gaya hidup yang lebih berkelanjutan, kita tidak hanya berkontribusi pada kelestarian bumi, tetapi juga menciptakan masa depan yang lebih adil dan sehat bagi semua pihak yang terlibat dalam rantai produksi pakaian.

BACA JUGA:
 Panduan Lengkap Memilih Tas: Jenis, Tips, dan Tren Terbaru 

Lebih baru Lebih lama